PKS Tolak KPK Harus Minta Izin Penyadapan ke Dewan Pengawas

PKS Tolak KPK Harus Minta Izin Penyadapan ke Dewan Pengawas
Ledia Hanifa Amalia. ©dpr.go.id
Merdeka.com - Revisi terhadap Undang-undang No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana telah disahkan DPR menjadi Undang-undang. Tidak seluruh poin revisi disepakati secara bulat oleh fraksi di DPR.
PKS keberatan terkait pemilihan anggota dewan pengawas KPK. PKS tidak setuju kewenangan mutlak Presiden memilih anggota dewan pengawas KPK.
"PKS menganggap ketentuan tersebut tidak sesuai dengan tujuan awal draf UU KPK yaitu membentuk dewan pengawas yang profesional dan terbebas dari dari intervensi," ujar anggota fraksi PKS Ledia Hanifa dalam sidang paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (17/9).
PKS juga tidak sepakat izin penyadapan kepada dewan pengawas. Menurut Ledia, harusnya KPK hanya memberikan pemberitahuan tertulis telah melakukan penyadapan.
"Seharusnya KPK cukup memberitahukan bukan meminta izin kepada dewas kemudian diiringi dengan monitoring dan audit yang ketat agar penyadapan tidak dilakukan secara semena-mena dan melanggar HAM," ujarnya.
"Karena itu F-PKS menolak pemilihan anggota dewas yang menjadi hak mutlak DPR serta keharusan KPK dalam meminta izin kepada dewas dalam rancangan UU KPK," pungkasnya. [ray]
Share:

Moeldoko Soal Dewan Pengawas KPK: Organisasi Demit Saja yang Enggak Ada Pengawas

Moeldoko Soal Dewan Pengawas KPK: Organisasi Demit Saja yang Enggak Ada Pengawas
Moeldoko. ©2018 Merdeka.com/Salviah Ika
Merdeka.com - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menegaskan semua organisasi harus memiliki pengawas, tak terkecuali KPK. Dia meyakini perubahan pasal soal pembentukan Dewan Pengawas dalam UU KPK yang baru tidak akan melemahkan lembaga antirasuah tersebut.
"Saya pikir enggak lah, semua organisasi itu ada pengawasnya. Organisasi demit saja yang enggak ada pengawasnya. Semua organisasi itu harus ada pengawasnya, terkontrol dengan baik," kata Moeldoko di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (17/9).
Dia mengklaim dengan adanya revisi tersebut KPK tidak akan ada yang mengekang. Sebab, masyarakat percaya lembaga antirasuah dan harus dijaga.
"kepercayaannya tidak boleh kurang sedikitpun. Nah kepercayaan agar tidak bisa dikurangi siapapun maka harus ada yang mengawalnya," ungkap Moeldoko.
DPR telah mengesahkan DPR telah mengesahkan revisi Undang-undang nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjadi undang-undang dalam sidang paripurna, Selasa (17/9). Ada beberapa poin yang dibahas dan direvisi.
Laporan terhadap hasil keputusan tingkat pertama dibacakan oleh Ketua Badan Legislasi Supratman Andi Agtas. Supratman menyebutkan enam poin revisi yang telah dibahas dan disetujui bersama.
Pertama, kedudukan KPK sebagai lembaga hukum berada dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam kewenangan dan tugas bersifat independen dan bebas dari kekuasaan. Kedua, pembentukan dewan pengawas untuk mengawasi kewenangan dan tugas dan tugas KPK agar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Dewan pengawas telah disepakati mayoritas fraksi dan pemerintah ditunjuk oleh presiden.
Ketiga, revisi terhadap kewenangan penyadapan oleh KPK di mana komisi meminta izin kepada dewan pengawas. Berikutnya, mekanisme penggeledahan dan penyitaan yang juga harus seizin dewan pengawas. Kelima, mekanisme penghentian dan atau penuntutan kasus Tipikor. Terakhir terkait sistem pegawai KPK di mana pegawai menjadi ASN. [ray]
Share:

Menkum HAM Jawab Kritikan Revisi UU KPK Terburu-buru: It's a Long Way to Go

Menkum HAM Jawab Kritikan Revisi UU KPK Terburu-buru: It's a Long Way to Go
Menkumham Yasonna H Laoly. ©2015 merdeka.com/dwi narwoko
Merdeka.com - Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas membantah pembahasan Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (RUU KPK) terlalu cepat. Sebab, menurutnya, pembahasan RUU ini sudah dilakukan sejak lama.
"Sebenarnya tidak terburu-buru. Kenapa saya katakan tidak terburu-terburu karena kan proses. Kita kan sudah ikuti semua apa yang menjadi perdebatan di publik ya. Yang kedua ini kan soal perbedaan cara pandang kita. Bahwa pembahasan RUU KPK ini itu sudah berlangsung lama juga di Badan Legislasi dulunya," kata Supratman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/9).
Politikus Partai Gerindra ini menjelaskan, pembahasan itu sudah berlangsung sejak lama namun sempat tertunda. Sejak dulu, DPR sudah melakukan sosialisasi terhadap wacana revisi UU KPK.
"Bahwa dulu pernah ditunda karena momentumnya yang belum begitu bagus akhirnya ditunda. Tapi kan juga Komisi III juga sudah melakukan sosialisasi kepada kesepakatan dengan presiden dulu dengan pimpinan DPR bahwa DPR itu harus melakukan sosialisasi menyangkut soal UU KPK ini," ucapnya.
Dikonfirmasi terpisah, Menkum HAM Yasonna Laoly draf revisi UU KPK dimulai pada 2012. Kemudian dibahas pada 2015 hingga dilakukan sosialisasi pada 2017.
"It's a long way to go. Ini draft mulai dari tahun 2012. Bahas bahas bahas 2015. Bahas bahas bahas 2017 sosialisasi," ujar Yasonna.
Yasonna mengatakan DPR dan pemerintah sudah sejak lama membahas revisi UU KPK. Dalam Raker Komisi III bersama Pemerintah pernah dibahas. Yasonna bilang tidak ada poin yang bertentangan.
"Tidak ada yang substansial dari poin-poin yang tahun 2017 bertentangan. Bahkan dari masukan presiden sudah diperbaiki," kata dia.
Politikus PDI Perjuangan ini membantah revisi UU KPK cacat formil lantaran tidak masuk Prolegnas tahun 2019.
"Tidak tidak karena kan ini keputusan MK sudah dibahas. Dibilang enggak ada naskah akademis, yang bener saja. Emangnya kita orang tolol apa," ujar Yasonna.
Revisi UU KPK tiba-tiba muncul kembali pada sidang paripurna 5 September 2019, menjadi usulan DPR setelah ditunda dua tahun. Pada sidang paripurna 17 September 2019, revisi UU KPK disahkan menjadi undang-undang.
Pimpinan sidang, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengetuk palu pengesahan setelah anggota dewan menyatakan setuju. Tiga kali Fahri menegaskan persetujuan terhadap revisi UU KPK menjadi undang-undang.
"Apakah pembicaraan tingkat dua pengambilan keputusan terhadap rancangan UU tentang perubahan kedua atas UU 30/2002 tentang KPK, dapat disetujui dan disahkan menjadi UU?" ujar Fahri. [ray]
Share:

Demokrat Ingin KPK Bebas Intervensi Seperti SBY Selesaikan Kasus Cicak Vs Buaya

Demokrat Ingin KPK Bebas Intervensi Seperti SBY Selesaikan Kasus Cicak Vs Buaya
Gedung baru KPK. ©2015 merdeka.com/dwi narwoko
Merdeka.com - Fraksi Partai Demokrat mendukung revisi UU KPK dengan beberapa catatan. Salah satunya pasal-pasal yang direvisi tidak bertujuan melemahkan KPK.
Anggota Komisi III Erma Suryani Ranik mengatakan semangat pemberantasan korupsi harus bebas dari kepentingan kekuasaan. Dia mencontohkan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyelesaikan skandal Cicak Vs Buaya tanpa campur tangan pemerintah.
"Era Presiden SBY, membuktikan kekuasaan eksekutif menjaga jarak yang sehat serta memberi ruang bagi penegakan hukum beserta dinamika yang melingkupinya. 'Skandal Cicak versus Buaya', terbukti selesai tanpa campur tangan kekuasaan eksekutif, di saat yang sama Presiden SBY mampu mengendalikan situasi pemerintahan tetap kondusif," kata Erma di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/9).
Menurutnya, KPK harus tetap dijaga independensinya agar bisa bekerja dengan profesional dalam mengusut perkara korupsi. Demokrat telah menyerap aspirasi publik yang ingin revisi UU KPK ada penyempurnaan dan penguatan.
"KPK justru harus terus diperkuat dan dijaga independensinya. Sikap ini sudah ditunjukkan Demokrat sejak KPK berdiri hingga kini, sebagai wujud dukungan dan komitmen pada pemberantasan korupsi yang merusak sendi-sendi bernegara," tegasnya.
Erma beralasan, tata kelola pemerintahan yang bebas korupsi akan akan menjamin kesejahteraan rakyat.
"Hadirnya tata kelola pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi khususnya di bidang pengelolaan keuangan negara merupakan bagian penting dan fundamental yang harus diwujudkan untuk menjamin terwujudnya masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera tersebut," tandas Erma.
Revisi UU KPK tiba-tiba muncul kembali pada sidang paripurna 5 September 2019, menjadi usulan DPR setelah ditunda dua tahun. Pada sidang paripurna 17 September 2019, revisi UU KPK disahkan menjadi undang-undang.
Pimpinan sidang, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengetuk palu pengesahan setelah anggota dewan menyatakan setuju. Tiga kali Fahri menegaskan persetujuan terhadap revisi UU KPK menjadi undang-undang.
"Apakah pembicaraan tingkat dua pengambilan keputusan terhadap rancangan UU tentang perubahan kedua atas UU 30/2002 tentang KPK, dapat disetujui dan disahkan menjadi UU?" ujar Fahri. [ray]
Share:

Golkar Mengenang Sosok BJ Habibie

Golkar Mengenang Sosok BJ Habibie
Warga Berziarah ke Makam BJ Habibie. ©2019 Liputan6.com/Lizsa Egeham
Merdeka.com - Ketua Dewan Pakar Partai Golkar, Agung Laksono mengenang sosok Presiden RI ke 3 RI BJ Habibie. Agung menilai, bahwa petinggi partai beringin itu punya peran besar membangun sumber daya alam termasuk menstabilkan nilai tukar rupiah.
Hal itu disampaikan Agung saat memberi sambutan di acara tausiah dan tahlil 7 hari wafatnya Habibie di markas DPD Golkar DKI, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (17/8).
"Sumber daya alam kita sudah dibikin beliau begitu besar, tinggal diolah saja lebih baik. Jadi saya kira Pak Habibie bukan hanya milik Partai Golkar beliau adalah milik bangsa Indonesia sehingga kegiatan salat gaib tahlilan di mana-mana," kata Agung.
Bekas ketum Golkar tersebut juga menyoroti makam Habibie yang dijadikan ajang swafoto masyarakat. Menurutnya, hal itu menandakan masyarakat cinta Sang Jenius Tanah Air.
"Sampai makamnya maaf dijadikan tempat selfie. Keluarganya ditanya, yaudah biarkanlah kalau beliau milik bangsa," ucapnya.
Sementara, Plt Ketua DPD Partai Golkar DKI Rizal Mallarangeng, mendoakan Habibie diterima dan tenang di sisi-Nya bersama istri dan tercinta, Ainun Habibie.
"Kita doakan semoga di alam baka mereka bertemu kembali berdua, direstui oleh Tuhan yang maha Besar dan Maha Pengasih," kata Celi.
Celi menilai, pria berjuluk 'Mr Crack' itu adalah pahlawan besar. Dia berharap, generasi muda menggelorakan cita-cita Habibie agar Indonesia maju, cerdas dan siap untuk kemajuan teknologi.
"Peninggalan beliau yang harus kita rawat adalah demokrasi Indonesia, reformasi Indonesia dan Desentralisasi Indonesia, sebagai elemen partai Golkar insya Allah kita berjanji kita diberi kekuatan memperjuangkan hal-hal tersebut," tandasnya. [rnd]
Share:

DPRD Jabar Ingin Tambah Pimpinan Jadi 6, Keputusan Tunggu Mendagri

DPRD Jabar Ingin Tambah Pimpinan Jadi 6, Keputusan Tunggu Mendagri
120 Anggota DPRD Jabar Dilantik. ©2019 Merdeka.com/Aksara Bebey
Merdeka.com - Kursi pimpinan DPRD Jabar periode 2019-2024 diusulkan bertambah dengan formasi satu ketua dan lima wakil ketua. Namun, kebijakan itu menunggu persetujuan dari Kementerian Dalam Negeri terlebih dahulu.
Alasan penambahan kursi pimpinan tersebut tidak terlepas dari penambahan dapil pada pemilihan umum (Pemilu). Anggota DPRD Jabar periode lalu sebanyak 100 orang, untuk periode sekarang menjadi 120 orang.
Sementara untuk UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, menyatakan jumlah pimpinan dewan lima orang terdiri dari satu ketua dan empat wakil ketua untuk anggota dewan berjumlah 85 hingga 100 orang.
"Sementara jumlah anggota DPRD Jabar saat ini itu 120 orang dan itu belum diatur soal komposisi pimpinannya," kata calon Ketua DPRD Jabar Taufik Hidayat usai paripurna di DPRD Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Selasa (17/9).
Adapun enam nama yang akan diusulkan terkait usulan tersebut adalah Taufik Hidayat dari Gerindra (Ketua), Achmad Ru'yat dari PKS (Wakil Ketua), Ineu Purwadewi Sundari dari PDIP (Wakil Ketua), Ade Barkah Surahman dari Golkar (Wakil Ketua), Oleh Soleh PKB (Wakil Ketua), dan Irfan Suryanagara dari Demokrat (Wakil Ketua).
Ia memprediksi jawaban dari Kemendagri akan keluar pada minggu depan. Meski begitu, ia akan menerima jika usulan yang disampaikan pada akhirnya ditolak oleh Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo.
"Kami baru mengusulkan (enam pimpinan), keputusan nanti dari Mendagri. Kita siap kalau nantinya ditolak," pungkasnya. [bal]
Share:

DPR Sahkan Undang-Undang Sumber Daya Air

DPR Sahkan Undang-Undang Sumber Daya Air
Gedung DPR. ©2015 merdeka.com/muhammad luthfi rahman
Merdeka.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air (RUU SDA) menjadi Undang-undang. Hal itu, disahkan dalam Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/9).
"Apakah Pembicaraan Tingkat II atau Pengambilan Keputusan terhadap RUU tentang Sumber Daya Air ini dapat disetujui untuk disahkan menjadi UU?," kata pimpinan rapat paripurna sekaligus Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.
"Setuju," jawab peserta rapat.
Wakil Ketua Komisi V DPR, Lasarus mengatakan RUU Sumber Daya Air terdiri dari 16 Bab dan 79 Pasal. UU ini sudah disetujui oleh semua fraksi di DPR.
"Secara keseluruhan, RUU tentang SDA telah mendapat persetujuan dari semua fraksi yang ada di Komisi V. Fraksi-fraksi menyampaikan harapan dan penekanan untuk memaksimalkan impelementasi RUU ini antara lain keharusan pemerintah segera bentuk aturan pelaksana yang diamanatkan UU tentang SDA," ungkapnya.
Di tempat yang sama, Menkum HAM Yasonna Laoly mengatakan RUU tentang Sumber Daya Air adalah semangat dan cita-cita untuk terus memasok air hingga ke pelosok negeri. Kata dia, susunan RUU Sumber Daya Air ini mengatur perusahaan hak negara dan air untuk masyarakat.
"RUU tentang SDA ini mengatur dinamika saat ini seperti jaminan hak pokok sekitar 60L per hari dan perkuatan sumber daya air," ucap Yasonna. [eko]
Share:

Pasal-Pasal Kontroversi di RKUHP yang Jadi Sorotan publik

Pasal-Pasal Kontroversi di RKUHP yang Jadi Sorotan publik
KUHP. ©2013 Merdeka.com
Merdeka.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah menggodok perubahan atau revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Tak jarang, pasal-pasal perubahan dalam RUU tersebut menuai kontroversi di publik.
Beberapa pihak menilai terdapat pasal-pasal karet yang merugikan banyak pihak. Ini rangkuman pasal-pasal kontroversi dalam RKUHP yang menjadi sorotan publik:

Pasal Penghinaan Presiden dan Wakil Presiden


Salah satu pasal dalam RKUHP yang menjadi kontroversi yakni terkait pasal penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat presiden dan wakil presiden yang diatur dalam pasal 218 sampai pasal 220.
Salah satu pasal yang menjadi sorotan, pasal 219 yang berbunyi: Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Ade Wahyudi menilai pasal tersebut berpotensi melemahkan kebebasan pers di Indonesia.
"Kenapa kita permasalahkan, pendapat kami dari sejarahnya bahwa pasal penghinaan presiden itu diperuntukkan untuk menjerat para penghina ratu Belanda. Namun konteksnya saat itu adalah ratu dan raja itu sebagai simbol negara bukan simbol pemerintah. Sedangkan dalam konteks di Indonesia presiden adalah simbol kepala negara dan juga kepala pemerintahan," katanya di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, Rabu (11/9).

Pasal Perzinaan


Selanjutnya ada pasal perzinaan yang menjadi sorotan, di mana dalam pasal 417 ayat 1 setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang lain yang bukan suami atau istri dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda kategori II. Pada ayat 2 tindak pidana perzinaan tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, orang tua atau anaknya.
Kemudian pada pasal 418 ayat 1 Laki-laki yang bersetubuh dengan seorang perempuan yang bukan istrinya dengan persetujuan perempuan tersebut karena janji akan dikawini, kemudian mengingkari janji tersebut dipidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak kategori III.
Selanjutnya pasal 418 ayat 2 Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kehamilan dan laki-laki tersebut tidak bersedia mengawini atau ada halangan untuk kawin yang diketahuinya menurut peraturan perundang-undangan di bidang perkawinan dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Kategori IV. Kemudian proses hukum hanya bisa dilakukan atas pengaduan yang dijanjikan akan dikawini.
Pada pasal 419 ayat (1) setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori II.
Ayat 2 pasal 419 Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, orang tua atau anaknya. Ayat 3 pengaduan dapat juga diajukan oleh kepala desa atau dengan sebutan lainnya sepanjang tidak terdapat keberatan dari suami, istri, orang tua atau anaknya.

Pasal Pencemaran Agama


Pasal RKUHP yang kontroversi terkait pasal tindak pidana terhadap agama dan kehidupan agama, terdiri dari pasal 304 sampai pasal 309. Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Ade Wahyudi mengatakan pasal penistaan agama dan pencemaran nama baik juga menjadi ancaman bagi kebebasan pers.
"Karena (pasal) itu nilai abuse of power-nya sangat besar karena penilaiannya sangat subjektif," ujar Ade.
Seperti bunyi pasal 304, setiap orang di muka umum yang menyatakan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori V.
Pasal 305, setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, menempelkan tulisan atau gambar, atau memperdengarkan suatu rekaman, termasuk menyebarluaskan melalui sarana teknologi informasi yang berisi Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 304, dengan maksud agar isi tulisan, gambar, atau rekaman tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori V.
Ayat (2) pasal 305, jika setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut dalam menjalankan profesinya dan pada waktu itu belum lewat 2 (dua) tahun sejak adanya putusan pemidanaan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan Tindak Pidana yang sama maka dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf f.

Pasal Tindak Pidana Korupsi


Pasal tindak pidana korupsi dalam RKUHP juga menuai kontroversi, hal ini karena hukuman koruptor yang diturunkan menjadi minimal dua tahun penjara. Padahal dalam KUHP lama, hukuman untuk pelaku tindak pidana korupsi minimal empat tahun penjara.
Hal ini diatur dalam pasal 604 yang berbunyi, "setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Kategori II dan paling banyak Kategori VI".
Anggota Panja Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP), Nasir Djamil menilai dalam RKUHP fokus penegakan hukum untuk mengembalikan uang negara, ketimbang memperberat hukuman kepada pelaku.
"Kita inginkan itu bagaimana institusi penegak hukum terkait dengan korupsi itu lebih mampu menyelamatkan uang negara ketimbang memberikan hukuman yang berat kepada pelakunya," kata Nasir kepada wartawan, Jumat (20/8).
[dan]

Share:

Golkar DKI Usul BJ Habibie jadi Nama Jalan Protokol di Jakarta

Golkar DKI Usul BJ Habibie jadi Nama Jalan Protokol di Jakarta
rizal mallarangeng. ©2019 Merdeka.com/genantan
Merdeka.com - Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPD Partai Golkar DKI Jakarta, Rizal Mallarangeng mengusulkan untuk membuat nama jalan BJ Habibie di ibu kota. Hal ini akan disampaikan secara resmi oleh Fraksi Golkar DPRD DKI kepada Gubernur Anies Baswedan.
"Golkar DKI saya sudah perintahkan supaya kita menjadikan Pak Habibie sebagai sumber motivasi, bahkan barangkali saya akan minta kepada fraksi kami usulkan ada satu jalan protokol kita (di Jakarta) jadi jalan BJ Habibie," kata Rizal di Kantor DPD Golkar DKI di Jalan Pegangsaan, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (17/9).
Sebagai perwakilan fraksi, di lokasi yang sama, perwakilan DPRD Golkar DKI terpilih Basri Baco mengatakan, siap melobi teman-teman fraksi partai lain untuk bisa merealisasikan usulan tersebut.
"Ya jadi nanti kita coba," kata Basri.
Kembali pada Rizal, intinya fraksi partai Golkar di DPRD DKI akan selangkah lebih maju. Bersama dengan teman lainnya di Pemerintahan Provinsi Jakarta, siap mendorong gubernur untuk mencari lokasi terbaik untuk penempatan nama yang pas untuk Jalan Habibie.
"Jadi jalan (protokol) atau jalan tol baru yang pantas untuk tokoh sebesar Pak Habibie, untuk penghormatan mengenang beliau sekaligus tokoh bangsa," tutup Rizal.
Reporter: Muhammad Radityo
Sumber: Liputan6.com [rnd]
Share:

Gerilya Kubu Bamsoet Persiapkan Pleno DPP Golkar Tanpa Airlangga

Gerilya Kubu Bamsoet Persiapkan Pleno DPP Golkar Tanpa Airlangga
Munaslub Golkar. ©2017 Merdeka.com/Iqbal S Nugroho
Merdeka.com - Kubu Bambang Soesatyo tengah mempersiapkan rapat pleno DPP Partai Golkar yang sempat gagal 4 September lalu. Pekan ini, rencananya pleno tanpa persetujuan ketua umum Airlangga Hartarto akan dilaksanakan.
Seorang sumber dari internal DPP Golkar menginformasikan hal tersebut. Hanya satu yang bisa menggagalkan pleno, Airlangga belum menandatangani Surat Keputusan (SK), Alat Kelengkapan Dewan (AKD) DPR/DPRD seluruh Indonesia.
"Begitu keluar, DPD (Golkar) tidak tersandera lagi," kata sumber yang juga ketua DPP Golkar saat berbincang kepada merdeka.com. Diketahui, anggota rapat pleno terdiri dari pengurus DPP dan daerah Golkar.
Pada awal September lalu, Nusron Wahid pimpin rombongan kubu Bamsoet hendak menggelar pleno DPP Golkar. Semula akan digelar di DPP Golkar, Jl Anggrek Neli, Slipi, Jakarta, tapi batal. Rapat digeser ke Hotel Sultan.
Rapat yang semula dijadwalkan pleno, tapi beralih menjadi pernyataan sikap kepada Airlangga Hartarto. Pengurus Harian Golkar yang mayoritas pendukung Bamsoet itu mendesak Airlangga segera menggelar rapat pleno DPP.

SK AKD Masih Tersisa 2 Provinsi


Sumber kami di Golkar menyatakan, harusnya SK penentuan AKD DPR/DPRD sudah keluar 12 September. Tapi kembali ditahan oleh Airlangga. Hingga 17 September, masih ada penempatan AKD yang belum diputuskan.
"Masih ada 2 provinsi lagi yang belum selesai," jelas sumber ini lagi.
Dikonfirmasi perihal persiapan pleno DPP, loyalis Bamsoet, Andi Sinulingga mengaku belum tahu. Andi atau yang akrab disapa Ucok ini menyatakan, belum mendapatkan kabar tentang gerilya kubu Bamsoet untuk gelaran pleno.
Namun dia menegaskan, pertarungan antara Bamsoet dan Airlangga di Munas tidak boleh menimbulkan perpecahan. Dia tak ingin, Golkar kembali melahirkan sempalan di setiap munas seperti tahun-tahun sebelumnya.
"Iya, enggak boleh pecah," ucap Andi kepada merdeka.com.

Konsolidasi Belum Rampung


Sumber lain di internal Golkar menyebutkan, memang ada rencana kubu Bamsoet akan menghelat pleno pekan ini. Tapi, konsolidasi belum selesai. Masih menunggu beberapa pertimbangan.
Sayang, orang dekat Bamsoet ini tak mau merinci, hal apa lagi yang masih ditunggu untuk menggelar pleno. "Masih belum fiks," katanya.
Airlangga dikabarkan telah mengetahui upaya kubu Bamsoet menggelar pleno DPP. Tapi dia santai. Merasa yakin, hal itu tidak akan terjadi tanpa tanda tangan dirinya dan Sekjen Golkar Lodewijk F Paulus.
Sementara Loyalis Airlangga, Plt Ketua DPD Golkar DKI Jakarta, Rizal Mallarangeng mengakui, Golkar belum menyelesaikan SK AKD. Ada beberapa yang belum diputuskan oleh Airlangga.
Sayang Rizal, yang ditemui di acara Tahlilan 7 hari wafatnya BJ Habibie, menolak komentar tentang upaya kubu Bamsoet menggelar pleno pekan ini.
"Waduh jangan nanya itu sama saya, ini DKI dulu ya," kata pria yang akrab disapa Celi ini.
Untuk AKD, Celi tak tahu kapan bakal rampung. Memang masih ada sejumlah daerah yang belum diputuskan siapa mengisi AKD.
"Belum. Kalau itu, maksudnya DPR RI dan DPRD? kan masih proses itu," kata Celi, di kantor DPD Golkar DKI Jakarta, Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (17/8).
"Ada yang sudah, ada yang belum. Sebagian ya, sebagian," tambahnya.
[rnd]

Share:

Recent Posts